Minggu, 03 Juli 2016

AFSUN !



Apa kabar ? tentu baik-baik saja pastinya, semoga sama seperti apa yang tertuang di akun sosmedmu, sudah lama tak jumpa ketika kita putuskan bahwa yang baik adalah berpisah, kau melanjutkan hidupmu dan akupun begitu, seperti apa yang kukatakan  bahwa selamanya adalah ungkapan dongeng yang menutupi rasa ketakutan akan kehilangan.  Pada akhirnya ini terjadi dan sudah kita jalani, semuanya sudah terencana dan direncanakan oleh yang biasa kita sebut ‘TUHAN’. Kapan aku terlahir, siapa ibuku, kapan aku bertemu kau dan kaupun kurasa begitu.


Hari ini mendung, dan aku terpaku menunggu hujan yang jatuh menghantam bumi, tidak terasa telah banyak yang berubah, waktu, tingkah, pemikiran, apapun terkecuali nama. Ketika kau ingin mengulang kembali apa yang telah berakhir, kau tak akan merasakan cinta yang sama meski dengan orang yang sama pada keadaan yang berbeda. Entah apa nantinya, kita hanya menjalani apa yang sudah di rencanakannya.


Kita ibarat minggu dan senin, dekat, tapi untuk bertemu harus menunggu berhari-hari. Kau sibuk menjalani aktifitasmu, akupun juga begitu, dan sekarang semua menjadi sama saja, kau sedang menjalani impianmu dan aku masih menikmati hari-hariku. Teruskan, tak perlu memikirkan apa yang diluar kemampuan kita.

Seketika akhirnya hujan datang membawa tetesan kenangan yang terlintas begitu saja, tangan tak mampu menyapu pilu, terasa nyilu di hati sendu, peluh yang tak luluh berujung keruh, kornea menjadi basah sedikit memerah, air mata hanya petunjuk bagi spesies lain. Aku tidak begitu merindukanmu, hanya ingin melihat wajahmu, sudahlah, skenario yang di buat mungkin seperti ini,  menikmati kepingan asa tanpa pamrih menjadi pelayan otak, berlalu menjadi khalifah mencari arti sebuah perjumpaan ?


Ini tidak cocok di sebut malam dan tidak patut di katakan pagi, menikmati kopi dan hari yang begitu asing bagiku. Menatap bias-bias air hujan membasahi kaca jendela kamar, merasakan udara dingin menyusup di sela-sela ventilasi yang memaksa menyeruput kopi, Tenang perempuanku, ada kala kita bertemu sebelum penghujung waktu. Masih adakah nikmat melebihi ini ? ketika gula dan kopi beradu didalam cangkir rindu ? kopi seperti tanaman surga yang sengaja diturunkan kebumi oleh Tuhan bagi pecandunya. Apa jadinya ketika dunia ini tanpa kopi ? seperti apa artinya kita ketika tanpa kamu ? itu harapku.


Oh tidak, berani-beraninya aku telah lancang untuk mengingatmu, sedangkan aku tak pernah tau apakah kau memikirkanku kini, tapi itu hak ku, memikirkan siapapun yang ku mau tanpa peduli apakah kau memikirkanku apa tidak. Lihatlah di ufuk timur sana, dikala hujan mulai reda, mentari seakan malu menampakkan dirinya. Apakah kau melihat ? atau masih asik bercumbu dengan guling kesayanganmu ?

Kopiku sudah habis, menyisakan ampas yang begitu pekat seperti kisah pahit yang teramat kelat, ku katakan pada mentari, bulan akan tetap ada di pagi ini meski sinar terhalang olehnya, seperti sebagaimana mungkin aku mencari pelangi dimalam hari ? akan sama hasilnya ketika mencari bintang di pagi hari.

Hai perempuanku selaras berembun begitu suci mencari sebuah arti, terlalu egois rasanya ketika rasa tak pernah peduli atas rasa.


Aku mungkin bukan Adam yang mencari Hawa atau Rama berperang dengan Rahwana untuk mendapatkan kembali Shinta atau terlebih lagi seperti Ken Arok yang terpesona melihat betis Ken Dedes.

Tak peduli kau, temanmu atau siapapun, Jangankan iblis, malaikatpun tak bisa menentangku mencinta tanpa perintah Tuhan !

Ketika nikmat dari secangkir kopi adalah pahit, teruslah campakan aku !

Tapi, bagaimanapun aku mengagumimu, tak akan ku jadikan kau ‘BERHALA’ bagiku.

Tak perlu mencariku karna aku tetap ada disini, menikmati sisa-sisa ampas kopi yang tak ingin ku sudahi, sama lah ketika aku menikmati pertemuan dan mengihklaskan perpisahan apabila memang harus terjadi.